Dalam peri-kehidupan kemanusiaan di dunia ini ada beberapa kebenaran, -beberapa waarheden-, yang langgeng dan tak berubah. Waarheden yang demikian itu tak boleh ditawar atau dimodulir atau diamendir, tanpa mengubah ia dari waarheid menjadi satu kepalsuan. Ia tak boleh ditinggalkan, tanpa membuat manusia menjadi makhluk yang kehilangan kemudi.
Ambillah misalnya pokok-isi Declaration of
Kalimat-kalimat atau inti-sari fikiran yang demikian itu mengandung kebenaran-kebenaran yang boleh diragu-ragukan atau diamnedir. Dasar-jiwanya adalah Budi-Kemanusiaan, Hati-Nurani Kemanusiaan, -Het Geweten van den mens, the Conscience of
Dasar-jiwanya mengenai wilayah seluruh hubungan antara manusia dengan manusia. Ia bukan piagam yang hanya mengenai satu bangsa saja, seperti misalnya Magna Charta-nya orang Inggris. Ia bukan hanya pakta antara beberapa negara yang berkuasa saja, seperti misalnya Atlantic Charter. Ia bukan hanya satu dasar untuk menyusun sesuatu Pax daripada sesuatu negara, seperti Pax Britannica, atau Pax Romana, atau Pax Americana, atau Pax Sovietica, tidak!, -ia adalah satu dasar untuk menyusun Pax yang meliputi seluruh Kemanusiaan, yaitu Pax Humanica. Pax-nya seluruhmakhluk-manusia yang mendiami bumi ini.
Di Washington tiga tahun yang lalu, saya menganjurkan Pax Humanica atas dasar Declaration of Independence itu, di Moskow saya dasarkan Pax Humanica atas beberapa kalimat Manifesto Komunis.
Manusia itu dimana-mana sama! Kemanusiaan adalah satu! Mankind is one, demikianlah saya katakan dimana-mana pada waktu saya melanglang buana, di Barat atau di Timur, di Utara atau di Selatan, di delapan penjuru dunia.
Budi-Kemanusiaan, Hati-Nurani Kemanusiaan, the Social Conscience of Man, menyerapi jiwa semua makhluk-manusia di seluruh muka bumi. Dan Social Conscience ini tak berubah-ubah, tak mau diamendir, tak mau dimodulir.
Dasar dan tujuan Revolusi
Saya telah mengunjungi sebagian besar dari dunia ini. Sebelumnya itu, sudah lama saya berkeyakinan, bahwa kesadaran sosial (social consciousness) rakyat-rakyat di muka bumi ini adalah sama, di manapun mereka berada. Dan keyakinan saya ini diperdalam oleh apa yang saya lihat dalam perjalanan-perjalanan saya ke luar negeri itu, di negara-negara antara lain ke negara-negara Amerika Latin. Apa yang saya lihat? Rakyat dimana-mana di bawah kolong langit ini, tidak mau ditindas oleh bangsa lain, tidak mau dieksploatir oleh golongan-golongan apapun, meskipun golongan itu adalah dari bangsanya sendiri. Rakyat di mana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan dari kemiskinan, dan kebebasan dari rasa takut, baik yang karena ancaman di dalam negeri, maupun yang karena ancaman dari luar negeri. Rakyat di mana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan untuk menggerakkan secara konstruktif ia punya aktivitas-sosialis, untuk mempertinggi kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat. Rakyat di mana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, yaitu menuntut hak-hak yang lazimnya dinamakan demokrasi.
Itulah keyakinan saya dari dulu, dan itulah yang saya lihat di mana-mana. Tuntutan-tuntutan ini keluarnya seperti meledak dalam abad keduapuluh, tetapi sebenarnya ia telah terkandung berabad-abad dalam kalbu, oleh karena tuntutan-tuntutan itu pada hakekatnya adalah tak lain tak bukan penhejawantahan daripada Budi-Nurani Kemanusiaan, pengejawantahan daripada Conscience of
Berabad-abad ia terbenam latent. Berabad-abad ia mulek dalam budi-pekerti manusia, seperti api di dalam sekam. Akhirnya, ia meledak, akhirnya ia meledak secara revolusioner, -akhirnya ia meledak secara historis-revolusioner. Sekaligus ia muntah keluar sebagai tuntutan massal yang berbareng. Sekaligus ia menjadi tuntutan yang simultan. Tak dapat lagi ia dilayani secara liter per liter, atau dipenuhi secara kilo per kilo. Tak dapat lagi ia diladeni dengan cara-cara reformistis, tak dapat lagi ia ditanggulangi secara piece meal. Tuntutan-tuntuan simultan yang mbludak keluar secara historis-revolusioner itu harus dilayani dengan cara-cara yang juga mbludak revolusioner.
Tuntutan-tuntutan Rakyat
Presiden Sukarno, “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, pidato pada tanggal 17 Agustus 1959.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar